Kewajiban Pendaftaran Jaminan Fidusia bagi
Perusahaan Pembiayaan berdasarkan PMK No. 130/PMK.010/2012
Di jaman
yang serba modern saat ini, rasanya sangat jarang kita melihat orang yang tidak
memiliki kendaraan dalam hal ini motor. Hampir setiap satu kepala keluarga
minimal memiliki 1 (satu) motor baik itu di kota maupun di desa. Kebutuhan akan
motor sangatlah dirasakan oleh masyarakat mengingat harga motor yang dapat
dibeli dengan cara kredit (mencicil) dengan DP (Down Payment) mulai dari Rp
500.000,- s/d Rp 2.000.000,- tergantung kesepakatan dan promo dari perusahaan
pembiayaan (Leasing).
Dalam praktiknya
tidak sedikit perusahaan-perusahaan pembiayaan yang menawarkan segala bentuk
promosinya baik dalam bentuk hadiah langsung yang bisa dibawa maupun dengan
uang muka yang sangat rendah demi untuk mendapatkan konsumen. Bahkan mereka
menawarkan bonus yang tinggi bagi yang bisa membawa konsumen untuk membeli
kendaraan melalui lembaga pembiayaan tersebut. Dan dasar dari Perusahaan
Pembiayaan dalam melakukan transaksi dengan konsumennya adalah dengan
menggunakan perjanjian secara tertulis yang mengikutkan adanya jaminan fidusia bagi objek benda jaminan
fidusia.
Namun,
sebelumnya perlu saya jelaskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan Fidusia
itu sendiri, berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan
Fidusia, dijelaskan:
“Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan
dengan ketentuan bahwa benda yang hak
kepemilikannya dialihkan tersebut tetap
dalam penguasaan pemilik benda”.
Untuk lebih
sederhananya, agar lebih mudah dipahami akan saya jelaskan sebagai berikut: A
adalah perusahaan pembiayaan, dan anda adalah pengusaha yang membutuhkan modal
untuk usaha. Dalam perjanjian disepakati bahwa A akan memberikan modal usaha
sebesar Rp 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) dengan ketentuan pengembalian
yang telah disepakati bersama dalam kontrak. Kemudian perjanjian tersebut diikat
dengan jaminan fidusia dimana yang menjadi objek jaminan fidusia adalah
Sertifikat Hak Milik atas tanah milik anda. Nah, SHM milik anda kemudian akan
disimpan oleh A namun penguasaan terhadap tanah tersebut masih hak anda selaku
pemiliknya.
Adapun dalam
hal pembiayaan kendaraan bermotor seperti yang sedang kita bahas, maka anda
membeli kendaraan bermotor dengan cara kredit kepada leasing, kemudian leasing
akan mencarikan kendaraan yang anda akan kredit kepada dealer untuk kemudian
kendaraan tersebut dialihkan kepada anda dengan ketentuan hak atas kepemilikan kendaraan
tersebut tetap berada pada perusahaan pembiayaan (leasing) hingga anda melunasi pembayaran terhadap kendaraan yang
anda beli.
Dalam perjanjian
kredit kendaraan bermotor tersebut, perusahaan pembiayaan akan mengikatkan dengan suatu jaminan. Nah,
jaminan inilah yang dinamakan jaminan fidusia. Jadi, pengertian jaminan fidusia adalah perjanjian hutang
piutang antara kreditor (perusahaan leasing) dan debitor (anda selaku pembeli)
dengan melibatkan penjaminan.
Pada
umumnya Perusahaan Pembiayaan didalam melaksanakan penjualan atas setiap
kendaraan bermotor kepada konsumen dengan menggunakan perjanjian yang
mengikutkan adanya jaminan fidusia bagi objek benda jaminan fidusia berupa
Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), akan tetapi ternyata dalam prakteknya
banyak dari perjanjian yang dibuat oleh perusahaan tersebut tidak dibuat dalam
Akta Notariil (Akta Notaris) dan tidak
didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia, walaupun secara tertulis lembaga
pembiayaan tersebut dalam melakukan perjanjian pembiayaan mencantumkan
kata-kata dijaminkan secara fidusia.
Oleh karenanya,
Kementrian Keuangan dengan kebijakannya
pada tanggal 7 Agutsus 2012 yang meWAJIBkan
bagi setiap Perusahaan Pembiayaan untuk mendaftarkan Jaminan Fidusia ke kantor
Pendaftaran Fidusia sebagai dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor: 130/Pmk.010/2012
Tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan Yang Melakukan Pembiayaan
Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor Dengan Pembebanan Jaminan Fidusia.
Menurut
Pasal 1 PMK No. 130/PMK.010/2012 tersebut, dijelaskan bahwa “Perusahaan Pembiayaan yang melakukan
pembiayaan konsumen untuk kendaraan bermotor dengan pembebanan jaminan fidusia WAJIB mendaftarkan jaminan fidusia
dimaksud pada Kantor Pendaftaran Fidusia, sesuai undang-undang yang mengatur
mengenai jaminan fidusia.”
Kewajiban
pendaftaran jaminan fidusia tersebut berlaku pula bagi Perusahaan Pembiayaan
yang melakukan:
a) pembiayaan konsumen kendaraan bermotor berdasarkan prinsip syariah;
b) dan/atau pembiayaan konsumen kendaraan bermotor yang pembiayaannya
berasal dari pembiayaanpenerusan (channeling)
atau pembiayaan bersama (joint
financing).
Dengan ditetapkannya peraturan ini, maka seluruh perusahaan pembiayaan harus mendaftarkan
fidusia untuk setiap transaksi pembiayaannya. Oleh sebab itu pasal 2 PMK No.
130/PMK.010/2012, menyebutkan bahwa Perusahaan Pembiayaan wajib mendaftarkan
jaminan fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal
perjanjian pembiayaan konsumen.
Adapun bagi
perusahaan pembiayaan yang tidak mematuhi ketentuan tersebut, maka lembaga
pembiayaan tersebut dilarang melakukan penarikan terhadap benda yang menjadi
objek jaminan fidusia tersebut dalam hal ini berupa motor atau mobil yang anda kredit,
meski anda mengalami penunggakan dalam pembayarannya. Sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 peraturan tersebut, yaitu:
“Perusahaan Pembiayaan DILARANG melakukan penarikan benda jaminan fidusia berupa kendaraan
bermotor apabila Kantor Pendaftaran Fidusia belum menerbitkan sertifikat jaminan fidusia dan menyerahkannya
kepada Perusahaan Pembiayaan.”
Jadi,
menurut saya dengan adanya kewajiban pendaftaran jaminan fidusia oleh perusahaan
pembiayaan kepada kantor fidusia yang diatur dalam PMK ini, justru memberikan
kepastian hukum bagi perusahaan pembiayaan ketika terjadi tunggakan terhadap
kendaraan yang sedang dikredit. Karena dengan telah didaftarkannya jaminan
fidusia tersebut, maka perusahaan pembiayaan memiliki kewenangan untuk
mengeksekusi (hak eksekutorial) kendaraan
milik debitur yang mengalami tunggakan dalam pembayaran.
Hal ini
sebagai dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia : “Dalam Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
ayat (1) dicantumkan kata-kata "DEMI KEADlLAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG
MAHA ESA".
Selanjutnya
dijelaskan dalam ayat (2)-nya:
“Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan
eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.”
Dan ayat
(3), yaitu:
“Apabila
debitor cidera janji, Penerima
Fidusia mempunyai hak menjual Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas
kekuasaannya sendiri.”
Melihat
ketentuan diatas sebenarnya jika kreditur dalam hal ini Perusahaan Pembiayaan
tersebut membuat Perjanjian ke dalam Akta Notariil (Akta Notaris) dan
didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia maka akan memperoleh sertifikat
jaminan fidusia yang memuat irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa.” Yang dengan sertifikat jaminan fidusia itulah kreditur/penerima
fidusia secara serta merta mempunyai hak eksekusi langsung (parate executie) tanpa memerlukan putusan Pengadilan karena
Kekuatan hukum sertifikat tersebut sama dengan putusan pengadilan yang sudah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
Setelah
mengetahui dasar dan ketentuan tersebut diatas, akibat hukum dari perjanjian
Fidusia yang dibuat tanpa menggunakan bentuk Akta Notariil dan tidak
didaftarkan, maka Perjanjian dengan jaminan Fidusia tersebut hanyalah berupa
Akta dibawah tangan yang tidak mempunyai kekuatan eksekutorial untuk
mengeksekusi langsung barang yang ada dalam penguasaan konsumen, sebagaimana
yang sering terhadi dalam praktik dimasyarakat.
Permasalahan
yang muncul adalah ketika anda sebagai konsumen (Debitur) tidak membayar
angsuran dalam beberapa waktu tertentu atau tidak melunasinya maka pihak
Perusahaan Pembiayaan tidak dapat secara serta merta mengeksekusi secara
langsung. Proses eksekusi harus dilakukan dengan cara mengajukan gugatan
perdata ke Pengadilan Negeri melalui proses hukum acara perdata hingga putusan
pengadilan berkekuatan hukum tetap. Dan hal itu memerlukan waktu yang lama.
Padahal Faktanya Ada dari beberapa diantara konsumen memang benar-benar
melakukan pembayaran sampai dengan lunas
namun ada juga konsumen yang tidak bisa melunasinya.
Ironisnya
dalam mengatasi permasalahan yang timbul seperti tersebut diatas, perusahaan
pembiayaan biasanya menggunakan jasa Debt
Collector (DC)/Tukang Tagih untuk mengambil baik secara paksa maupun secara
baik-baik kendaraan dari tangan konsumen yang tidak melunasi kewajibannya
membayar hutang/ cicilan angsuran tersebut. dan kebanyakan di lapangan para
Debt Collector mengawasi tiap-tiap
kendaraan yang melintas pada ruas-ruas jalan tertentu dengan membawa sebuah
buku (atau saat ini sudah ada aplikasi pengecekan tersebut) yang berisi nomor
Kendaraan (Plat Nomor) tertentu, ketika kendaraan yang dimaksud melintas
langsung dikejar dan diberhentikan paksa, dan pengguna kendaraan itu juga
biasanya dipaksa untuk menandatangani berita acara penyerahan kendaraannya
kepada Debt Collector tersebut. Dan menghimbau kepada pemakai kendaraan itu
untuk menyelesaikan di kantor Pembiayaan yang bersangkutan. Sebagian dari
masyarakat yang kurang memahami perbuatan melawan hukum tersebut biasanya
timbul rasa takut dan dengan terpaksa menyerahkan kendaraan tersebut dan
menandatangani berkas yang disodorkan kepadanya.
Lebih
jauhnya berdasarkan peraturan yang berlaku maka, Perbuatan para Debt Collector
yang mengatasnamakan perusahaan pembiayaan terkait dalam mengeksekusi benda
jaminan fidusia yang tidak didaftarkan tersebut adalah merupakan tindak pidana. Baik perusahaan
Pembiayaan maupun Debt Collector yang digunakan jasanya tidak berhak
mengeksekusi barang tersebut secara langsung tanpa adanya putusan Pengadilan
yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Perbuatan tersebut melanggar Pasal
368 KUHPidana tersebut berbunyi :
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan
diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang
seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau
supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan,
dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.”
Menurut
R. Soesilo menjelaskan pasal tersebut dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal dan menamakan
perbuatan dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP sebagai pemerasan dengan kekerasan yang
mana pemerasnya:
1. Memaksa orang lain;
2. Untuk memberikan barang yang sama sekali atau sebagian termasuk
kepunyaan orang itu sendiri atau kepunyaan orang lain, atau membuat utang atau
menghapuskan piutang;
3. Dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan
melawan hak;
4. Memaksanya dengan memakai kekerasan atau ancaman kekerasan
Bagi
korban dari tindakan sewenang-wenang tersebut diatas dapat langsung melaporkan
ke Kantor kepolisian Republik Indonesia terdekat.
Hal itu
menjadi peringatan bagi Perusahaan Pembiayaan yang tidak mendaftarkan
perjanjian Fidusia tersebut ke Kantor pendaftaran Fidusia. Dan bagi sebagian
dari Debt Collector yang belum memahami permasalahan yang bakal timbul akibat
dari perbuatannya bisa berpikir dua kali untuk melakukan tindakan tersebut
diatas. Karena jika memang terjadi adanya laporan dari pihak korban, kebanyakan
Perusahaan Pembiayaan tidak bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan
para Debt Collector tersebut. Hal itu berakibat merugikan bagi Debt Collector
itu sendiri.
Demikian
penjelasan saya terkait kewajiban perusahaan pembiayaan untuk mendaftarkan
jaminan fidusia berdasarkan PMK No. 130/PMK/10/2012, semoga dapat menambah
wawasan terhadap hukum positif yang berlaku di negara ini.
Bandar
Lampung, 1 Februari 2018
Penulis,
Abdul Rahman
Praja Negara, S.H.
Dasar hukum:
1. UU Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia
2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/Pmk.010/2012 Tentang Pendaftaran
Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan Yang Melakukan Pembiayaan Konsumen
Untuk Kendaraan Bermotor Dengan Pembebanan Jaminan Fidusia.
3. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)