Rabu, 29 April 2015

Hukum Laut Internasional



A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut Internasional

Hukum laut internasional adalah sekumpulan kaedah hukum yang mengatur hubungan hukum antara negara pantai atau yang berhubungan dengan  pantai,  yang terkurung oleh  daratan dan atau organisasi maupun subyek hukuminternasional lainnya, yang mengatur mengenai kedaulatan negara di laut, yurisdiksi negara dan hak-hak negara atas perairan tersebut. Hukum lautinternasional mempelajari tentang aspek-aspek hukum di laut dan peristiwa- peristiwa hukum yang terjadi di laut.

Sejak zaman Emperium Romawi dengan kekuasaannya yang sangat luas, tak ada bangsa lain yang berani menentang ketentuan dari Kerajaan Romawi termasuk dalam hal penguasaan mengenai laut. Yang dulu dikenal 2 asas yang kuat, yaitu Res Communis Omnium yaitu laut adalah warisan milik bersama umat manusia, sehingga manusia (negara) boleh memilikinya secara bersama-sama. Disisi lain, ada asas Res nullius yang mengatakan bahwa laut tidak boleh dimiliki. Namun, dilaut juga berlaku "first come first serve" yang berarti siapa yang pertama datang dia yang menguasai, sehingga dengan kekuasaannya pada zaman itu Romawi berkedaulatan penuh di lautan Tengah. Setelah Romawi runtuh, hukum laut mulai berkembang pesat dengan munculnya negara-negara baru di daratan Eropa, dan timbullah permasalahan baru tentang siapa yang memiliki laut diantara negara-negara yang sedang berkembang itu.

 Dari permasalahan dan sengketa-sengketa antar bangsa inilah, mulai bermuncul doktrin-doktrin baru (battle of the books) diantara yang sangat terkenal adalah :
        1. konsep laut terbuak (mare liberium)
            konsep ini dikemukakan oleh Hugo Crotius tahun 1906 dari Belanda, "mare liberium" ini menjelaskan bahwa laut itu terbuka dan bebas untuk berlayar oleh siapa saja.
        2. konsep laut tertutup (mare calussum)
            konsep ini dikemukakan oleh John Selden pada tahun 1635.Teori ini dikemukakan pada abad XVII oleh Inggris untuk menentang teori yang telah dikemukakan oleh Grotius. Selden mengemukakan bahwa selama laut dikuasai oleh suatu negara tertentu, maka negara tersebut mempunyai kekuasaan atas laut tersebut (tertutup). 
       3. Konsep Kompromi
           Dari kedua doktrin di atas, Pontanus mencoba menggabungkan antara "mare liberium" dan "mare claussum", dan mengemukakan bahwa laut yang berada dekat dengan tepi pantai suatu negara (bangsa) adalah di bawah kedaulatan suatu negara pantai dan selebihnya adalah laut bebas. Maka dari pendapat itulah awal mula munculnya sebuah gagasan yang dikenal dengan "laut teritorial dan laut lepas".

Mare Clausum kembali dikembangkan oleh Cornelis van Bynkershoek yang menyatakan "terrae protestas finitur ubi finiturarmorum vis"

atau lebih dikenal dengan teori tembakan meriam, yang menyebutkan bahwa lebar laut territorial suatu negara adalah sejauh 3mil laut. Alasannya karena 3 mil laut adalah jarak yang paling jauh yang bisa ditempuh oleh tembakan meriam.

Zaman Modern 

Pada zaman modern, hukum laut internasional mengalami perkembangan yang sangat luar biasa. Perkembangan hukum laut internasional pada masa ini lebih banyak melibatkan Negara-negara di dunia melalui konferensi sebagai pemikir dan pembuat aturan-aturan dalam perumusan hukum laut.

        1. Den Haag Convention 1930
Merupakan konferensi yang bertujuan membentuk kodifikasi hukum internasional yang diprakarsai oleh Liga Bangsa Bangsa, yang meliputi 3 hal penting yakni : 
            - wilayah negara (nationality)
            - laut teritorial (territorial waters)
            - hak lintas damai 
 
        2. Truman Proclamation 28 September 1945
             Latar belakang yang mendasari keluarnya Proklamasi Truman adalah:
            a. Banyaknya Negara yang merdeka atau menyatakan merdeka; 
            b. Kemajuan teknologi;
            c. Banyak Negara yang menyadari laut sebagai sumber daya alam yang potensial.
Pada pokoknya proklamasi ini melontarkan pengertian baru tentangrezim Continental Shelf (Landas Kontinen). Menurut Truman, landas kontinen merupakan suatu kelanjutan alamiah dari wilayah daratan dengan tujuan mengamankan dan mencadangkan sumber kekayaan alam serta penguasaan atas sumber daya alam di bawahnya tanpa adanya effective occupation.
       
       3. Konvensi Jenewa 1958 (UNCLOS II)
Konferensi ini menghasilkan 4 Konvensi yaitu :
           - Konvensi tentang laut teritorial dan zona tambahan
           - Konvensi laut lepas
           - Konvensi tentang perikanan dan perlindungan kekayaan hayati
           - Konvensi tentang landas kontinen
Berdasarkan Konvensi Jenewa 1958 ini, maka :
           a. Negara dari aspek geografis dibedakan menjadi dua yaitu negara tak berpantai dan negara pantai
           b. laut dibagi dalam beberapa zona yaitu :
               - laut teritorial (territorial sea), lebarnya masih berdasarkan hukum kebiasaan internasional 3, 4,  dan 6 mil
               - perairan pedalaman (internal water)
               - zona tambahan (contiguous zone)
               - laut lepas (high sea)
               - daerah dasar laut dan tanah di bawahnya, yaitu landas kontinen (kontinen self)

         4. Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS 1982)
konvensi ini disahkan tanggal 10 Desember 1982, di Montegobay, Jamaica. Berdasarkan Konvensi ini di hasilkan beberapa keputusan penting, yaitu :
             a. Negara dari aspek geografis dibagi menjadi tiga yaitu negar tak berpantai, negara pantai dan negara kepulauan
             b. Pembagian laut dibagi dalam beberapa zona yaitu :
                 - laut teritorial (territorial sea) sejauh 12 mil dari garis pangkal (baseline)
                 - perairan pedalaman (internal water)
                 - zona tambahan (contiguous zone) 24 mil dari garis pangkal
                 - perairan kepulauan (archipelagic water) diukur dari titik terluar pulau terluar suatu negara kepulauan.
                - zona ekonomi eksklusif (exclusive economic zone) 200 mil dari garis pangkal
                - laut lepas (high sea)
                - daerah dasar laut : landas kontinen dan kawasan.

Pembagian zona maritim menurut UNCLOS 1982
 

 
Daftar Pustaka
     1.  Brierly, J.L., 1996. Hukum Bangsa Bangsa, cetakan I, PT Bharata, Jakarta.
     2.  P. Joko Subagyo, 1985. Perkembangan Hukum Laut, Jakarta: Ghalia Indonesia.
     3.  Tahar, Abdul Muthalib, 2013. Zona-Zona Maritim Berdasarkan KHL 1982 dan Perkembangan Hukum Laut Indonesia, Bandar Lampung.
     4.  Koers, A.W., 1994. Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa Tentang Hukum Laut, Suatu   
         Ringkasan, cetakan II, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

     5.  Mochtar Kusumaatmadja, 1967. Pengantar Hukum Internasional, Bandung: Bina Cipta.

JERAT OTT KPK BAGI PARA PENGUSAHA DALAM SUATU KORPORASI

Bahwa alasan mendasar di revisinya UU KPK adalah untuk membatasi kewenangan yang dimiliki KPK dalam pemberantasan korupsi khususnya terk...