Kamis, 23 April 2015

Hukum Perdata Internasional

A. Istilah dan Pngertian

     Istilah hukum perdata internasional (HPI) yang digunakan di Indonesia sekarang ini merupakan terjemahan dari istilah (Ridwan Khairandi, 1999 : 1) :
      1. Private International Law
      2. International Private Law
      3. Internationales Privaatrecht
      4. Droit International Prive
      5. Diritto Internazionalle Privato
Adapun menurut Sudargo Gautama (seorang sarjana) mengistilah sebagai "Hukum Perselisihan dan Hukum antar tata hukum". Namun, keduanya kurang relevan dijaman sekarang, Hukum perselisihan mengartikan bahwa di dalam HPI itu terdapat sebuah pertikaian atau konflik antar setiap negara dan mengakibatkan hakim dapat memilih hukum yang dipakai menurut negaranya masing-masing. Sedangkan, Hukum antar tata hukum juga kurang cocok karena memberi kesan adanya suatu "Tata Hukum" di antara sistem-sistem hukum yang bertemu pada suatu waktu dan tempat.

Di samping istilah hukum di atas, HPI terdapat cabang ilmu hukum lain yaitu "Hukum Internasional Publik". Dimana keduanya memiliki persamaan dan perbedaan. Hukum Perdata Internasional adalah "keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas negara" dan Hukum Internasional Publik adalah "keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata". (Mochtar Kusumaatmadja, 1997 : 1).
Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa keduanya sama-sama mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (internasional). Sedangkan perbedaannya yaitu terletak pada sifat hukum atau persolaan yang diaturnya.

BAGAN PERBEDAAN HPI dengan HI Publik :



Akan tetapi dapat dikemukakan disini bahwa penggunaan kata "Internasional" dalam hukum perdata internasional tidaklah merujuk pada sumbernya, tetapi menunjuk kepada fakta-fakta atau materinya (obyeknya), subyek dan hubungan atau peristiwa yang melintasi batas negara atau bersifat internasional. Sedangkan kaidah yang mengatur hubungan hukum tersebut adalah hukum perdata nasional. Dengan demikian masing-masing negara memiliki HPI sendiri seperti : HPI Indonesia, HPI Jerman, HPI Italy, HPI Inggris, HPI Belanda dan sebagainya. (Sudargo Gautama, 1987).

B. Masalah-masalah pokok HPI
     Sebagaimana sudah kita ketahui bersama bahwa sistem hukum positif negara-negara di dunia berbeda antara satu dengan lainnya, termasuk juga HPI-nya. Dengan keragaman sistem hukum demikian, maka jika akan terjadi hubungan hukum (perdata) antara warga negara satu dengan negara lainnya akan menimbulkan persoalan. Sehingga apabila persoalan ini dilakukan dengan HPI, akan menjadi persoalan pokok HPI yaitu :
     1. Hakim atau badan peradilan manakah yang berwenang menyelesaikan persoalan-persoalan yang mengandung unsur asing ?
     2. Hukum manakah yang harus diberlakukan ?
     3. sejauh mana suatu peradilan harus memperhatikan dan mengakui putusan-putusan hakim asing dan/atau mengakui hak-hak atau kewajiban-kewajiban hukum yang ditetapkan oleh pengadilan asing ? (Bayu Seto, 1992 : 9-11).

    David D. Siegel (1982 : 4) dan P.M. North & J.J. Fawcett (1987 : 7) mengemukakan, bahwa persoalan pokok dama HPI adalah :
    1. Hukum yang harus diberlakukan dalam suatu perkara yang mengandung elemen asing (choice of law).
    2. Kewenangan pengadilan yang mengadili perkara tersebut (yurisdiction).
    3. Pengakuan dan pelaksanaan putusan peradilan asing (recognition and enforcement of foreign judgement).

C. Adapun ruang lingkup Hukum Perdata Internasional dapat diuraikan sebagai berikut (Ridwan Khairandi, 1999 : 11-12) :

     1. HPI = Rechtstoepassingsrecht (yang tersempit)
         Pembahan disini terbatas pada masalah hukum yang diberlakukan (hukum positif). Negara yang menganut sistem ini yaitu Jerman dan Belanda.

    2. HPI = Choice of Law + Choice of yurisdiction (yang lebih luas)
        Mengatur persoalan yang bertalian dengan kompetensi atau wewenang hakim. Jadi HPI tidak hanya menyangkut hukum positif tetapi menyangkut persoalan hakim yang berwenang menyelesaikan sengketa hukum. Yang menganut sistem ini yaitu Inggris, Amerika Serikat dan Negara-negara Anglo Saxon lainnya.

   3. HPI = Choice of law + Choice of yurisdiction + Condition des Etrangers (yang lebih luas lagi)
       HPI tidak hanya menyangkut persoalan pilihan hukum dan pilihan forum atau hakim, tetapi juga menyangkut status orang asing (Condition des Etrangers). Dan penganutnya adalah Italy, Spanyol dan negara-negara Amerika Selatan.

   4. HPI = Choice of law + Choice of yurisdiction + Condition des Etrangers + Nationalite (yang terluas)
       HPI ini menyangkut persoalan pilihan hukum, pilihan hakim, status orang asing dan kewarganegaraan (Nationalite). Penganutnya adalah Indonesia.

Sumber : resume dari buku Pengantar Hukum Perdata Internasional (Prof. Dr. Khaidir Anwar Zap, S.H., M.H. dan Abdul Muthalib Tahar, S.H., M.Hum)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

JERAT OTT KPK BAGI PARA PENGUSAHA DALAM SUATU KORPORASI

Bahwa alasan mendasar di revisinya UU KPK adalah untuk membatasi kewenangan yang dimiliki KPK dalam pemberantasan korupsi khususnya terk...